News Update :

"Hak Sipil" Khonghucu Tangsel Diabaikan

Hak sipil para pemeluk agama Khonghucu yang berada di Tangerang Selatan (Tangsel) masih terabaikan. Sebab hingga kini mereka belum bisa mencantumkan agamanya itu pada kartu tanda penduduk (KTP) maupun kartu keluarga (KK). 

Meski  keberadaan agama Khonghucu telah diakui secara sah di negeri ini melalui pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 tentang kebebasan memeluk agama dan UU No. 1/PNPS/1965, khususnya pada penjelasan pasal 1 yang berbunyi '...Agama yang dipeluk oleh Penduduk Indonesia ialah : Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)', lalu Keputusan Presiden Indonesia No 6/2000 tentang pencabutan Inpres No 14/1967 tentang larangan penyelenggaraan kegiatan agama dan adat istidat dari Negeri Cina, tapi nyatanya praktik di lapangan tidak demikian.

Masih banyak umat Khonghucu yang kesulitan untuk mendapatkan “hak sipilnya” yang telah terberangus Pemerintah Orde Baru sejak terjadinya peristiwa G30 S pada tahun 1965 lalu.

Penelusuran Tangsel Raya, masih ada sejumlah penduduk beragama Khonghucu yang masih merasa kesulitan dalam mencantumkan agamanya pada KTP ataupun kartu keluarga (KK) mereka. Sehingga beberapa di antara mereka “terpaksa” harus mencantumkan agama lain pada kolom agama mereka.

“Sampai saat ini masih sulit mencantumkan agama Khonghucu di kolom agama KTP kami. Sehingga kami terpaksa masih menggunakan agama ……. (menyebut satu agama) sebagai agama kami,” tutur seorang warga Tangerang Selatan kepada Tangsel Raya beberapa waktu lalu.

Sulitnya pencantuman agama Khonghucu pada kolom agama di KTP dan KK ini dibenarkan, Saputera, salah seorang tokoh agama Khonghucu di wilayah Pamulang.  Dia menuturkan, sebagai pengurus Majelis Agama Khonghucu (MAKIN) di wilayah Pamulang, dirinya sudah beberapa kali mengirimkan surat resmi kepada Wali Kota Tangerang Selatan, HM Shaleh berkaitan masalah pencantuman agama Khonghucu di KTP ini. Namun hingga kini belum ada respon positif dari pemerintah daerah setempat.  “Sampai saat ini surat kami belum mendapatkan respon dari Wali Kota,” papar Saputera.

Salah seorang pengurus MAKIN di Pamulang ini menduga terjadi gap informasi di kalangan aparat pemerintahan di Tangerang Selatan. Pasalnya, memang banyak pegawai kelurahan atau kecamatan yang belum mengetahui bahwa Khonghucu telah diakui sebagai agama seperti yang diatur dalam UUD, UU, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan Peraturan Menteri Agama. “Mungkin hal ini terjadi karena Pemda kurang mengupdate  perundang-undangan dari tingkat pusat ke daerah. Tapi kami berharap masalah seperti ini tidak terjadi lagi ke depan dan umat Khonghucu bias diperlakukan sama seperti umat lainnya,” tutur Saputera.

Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Budi Tanuwibowo yang dimintai komentarnya mengenai belum bisanya agama Khonghucu dimasukkan dalam KTP dan KK mengaku heran dengan hal itu. “Pasti ada yang tidak beres dengan aparatur yang ada di sana. Sebab agama Khonghucu sudah diakui secara sah sebagai agama oleh pemerintah sejak zaman Gus Dur. Maka kasus ini perlu ditelusuri lebih jauh. Jika memang ada kesengajaan harus dilaporkan,” kata Budi.

Dia berharap agar umat Khonghucu yang ada di wilayah Tangerang Selatan juga bersikap lebih proaktif dalam menyikapi hal-hal seperti ini. “Kami sudah menyebarkan sejumlah fotocopy peraturan yang berkaitan dengan hak-hak sipil umat Khonghucu ke seluruh wilayah Indonesia. Jadi jika ada aparat yang melakukan penolakan terhadap hak sipil mereka, umat Khonghucu harus menunjukkan fotocopy tersebut sehingga aparat itu jadi mengerti,” tutur Budi.

Dikecam
Sementara aktivis gerakan antidiksriminasi, Ester Yusuf Indahyani mengecam masih adanya tindakan yang dinilai mencabut hak-hak sipil para pemeluk agama Khonghucu di Tangerang Selatan. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh aparatur di Tangsel yang tidak memberikan hak sipil bagi pemeluk agama Khonghucu adalah sebuah kesalahan fatal. Apalagi jika kemudian mereka menganti status dalam kolom agama si pemohon KTP dengan agama lain. “Jika ada penggantian kolom agama itu adalah sebuah penggelapan identitas dan sebuah perbuatan yang melanggar hokum. Maka aparatnya bias ditindak sesuai hokum,” papar aktivis dari Solidaritas Nusa Bangsa (SNB) ini.

Dia juga menilai tindakan “penghapusan hak sipil” umat Khonghucu ini juga sebagai perbuatan yang melecehkan presiden yang telah membuat keputusan yang mengakui Khonghucu sebagai agama.
Wakil Ketua DPRD Kota Tangsel, TB Bayu Murdani juga menyatakan kecaman yang sama. Dia, mengatakan Konghucu adalah agama yang telah diakui oleh negara. Begitu juga dalam Pancasila pada Sila Pertama menjelaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Apapun agamanya, dia adalah warga negara yang mempunyai kedudukan sama di hadapan aturan negara. Kalau ada oknum yang tidak memperbolehkan pencantuman agama, suruh dia bertanya kepada Majelis Ulama Indonesia Kota Tangsel serta bertanya juga kepada kementerian agama,” ujar politisi PDIP ini.

Asisten Daerah I bidang pemerintahan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel, A Hadi, juga sangat menyayangkan kalau memang ada oknum kelurahan yang melarang atau tidak melayani pencantuman agama Konghucu dalam KTP maupun dalam Kartu Keluarga di wilayahnya.

“Apa urusannya melarang pencantuman identitas warga?  Dalam daftar identitas warga harus lengkap ditulis nama, tanggal lahir, alamat, pekerjaan dan sebagainya. Termasuk agamanya apa? Apapun agamanya harus dimasukkan dalam daftar identitas. Agama apapun, harus dimasukan tanpa kecuali,” ungkap A Hadi. Jadi tidak boleh ada oknum yang melarang ataupun menolak pencantuman agama seseorang dalam KTP dan identitas lain.
Share this Article on :
 
© Copyright Kliping Tangerang 2012 Powered by Blogger.com.